Thursday, April 11, 2013

Pengadaan Konsumsi Rapat

Rapat merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh segala pihak baik dalam skala kecil mau pun skala besar. Dalam administrasi pemerintahan, rapat dilakukan secara internal, mau pun secara eksternal, baik yang bersifat koordinasi, maupun bersifat konsultasi atau pun sosialisasi. Lazimnya dalam rapat, disediakan ‘refreshment’ atau pun penyegar baik berupa minuman mau pun makanan, baik makanan kecil atau pun besar. Nilai dari refreshment tersebut diatur besarnya dalam Peraturan Menteri Keuangan yang dikeluarkan setiap tahunnya. Ada pun untuk bukti pelaksanaan kegiatan adalah (1) daftar hadir peserta rapat; (2) risalah rapat dan bukti tambahan berupa (3) foto/gambar kegiatan. Sedangkan bukti pengeluaran yang akan diklaimkan kepada Kas Negara adalah bukti-bukti di atas ditambah dengan kuitansi/nota pembelian refreshment.
Dalam penyelenggaraan rapat, baik internal mau pun eksternal, beberapa hal penyelewengan penggunaan anggaran yang terjadi adalah:

  1.  Penggelembungan harga (mark-up) harga satuan makanan. Semisal harga sebuah lemper adalah Rp. 1000 per buahnya, pelaksana rapat (apa pun jabatannya) meminta kepada penjual untuk mencantumkan Rp. 1500 per buahnya dalam nota pembelian. Jika diasumsikan dalam seminggu diadakan 2 kali rapat per unit kerja, dan setiap makananya dikenakan penggelembungan 50 persen, maka pada pos kegiatan penyelenggaraan rapat saja, sudah terjadi penggelembungan sebesar 50 persen, dan berarti potensi kerugian Negara (uang para pembayar pajak) telah disalahgunakan sebesar 50 persen. Para penjual makanan langganan pun dengan mudah memberikan nota kosong yang telah ditandatangani dan dicap, untuk diisi oleh penyelenggara rapat/pembeli. Silakan dibayangkan jumlah yang lebih besar dalam penyelewengan anggaran untuk pos ini.
  2. Penggelembungan harga juga dapat dilakukan dengan mengklaim sejumlah harga maksimum. Untuk tahun 2013, Peraturan Menteri Keuangan No. 37/PMK.02/2012 mengenai Satuan Biaya Tahun 2013 menetapkan harga paket makanan kecil untuk rapat adalah sebesar Rp. 14.000 per orang. Manakala harga satu paket makanan kecil untuk konsumsi rapat, bisa didapatkan sebesar Rp. 6000 – Rp. 10.000 per orangnya. Terdapat selisih Rp. 4000 per orang, dan jika dikalikan jumlah peserta rapat, maka jumlah tersebut menunjukkan anggaran Negara yang bocor per rapat per satu unit kerja. Kemudian, jika rapat yang diadakan ternyata melewati waktu makan, maka penyelenggara/pihak pengundang dengan murah hati pun memberikan makan siang. Pagu harga makan siang untuk DKI Jakarta per orang per rapat adalah sebesar Rp. 39.000, manakala paket makan siang yang disediakan bernilai di bawah pagu tersebut. Selisih antara pagu harga dengan harga riil, tentu saja menjadi ‘keuntungan’ unit kerja penyelenggara rapat. Pernahkah kita menghitung berapa jumlah rapat yang diadakan yang dibiayai oleh anggaran Negara?
  3. Penambahan jumlah peserta rapat dalam daftar hadir. Hal ini sangat mudah dilakukan, dengan cara meminta tanda tangan pada para pramubakti, anggota satuan pengamanan dan sebagainya. Dikombinasikan dengan penggelembungan harga, maka penyalahgunaan anggaran menjadi lebih besar lagi.
  4. Penyelenggaraan rapat fiktif. Terkadang, meskipun telah direncanakan dan dianggarkan, sebuah unit kerja tidak dapat melaksanakan rapat tersebut. Namun sayang sekali jika anggaran yang telah ditetapkan tidak digunakan. Makanya, dibuatlah sebuah rapat fiktif, dengan pembuatan bukti-bukti fiktif. Jika nota pembelian refreshment tidak bisa didapatkan, dalam kondisi saat ini, sangat mudah untuk merekayasa pembuatan bukti pembayaran.

          Masyarakat awam, mungkin menganggap bahwa jumlah yang dilibatkan tidak signifikan, namun demikian penyelenggaraan rapat ini diselenggarakan mulai dari unit kerja terkecil tingkat kantor kelurahan, kantor kecamatan, hingga pemerintah pusat (antar kementerian). Untuk menjamin Pemerintahan yang bersih, seharusnya kita tidak mentolerir sekecil apa pun jumlah penyelewengan anggaran.

No comments:

Post a Comment