Friday, April 12, 2013

Pembayaran Uang transportasi rapat


Peraturan menteri keuangan, mengijinkan pos pengeluaran uang transportasi rapat dalam kota, yang besarnya bervariasi untuk tiap provinsi. Peserta rapat, berhak mendapatkan biaya perjalanan/uang transport, apalagi jika rapat yang dihadiri berdurasi cukup panjang. Nah, uang transport ini tidak jelas dibayarkan oleh siapa. Penyelenggara (pengundang) rapat akan menyediakan uang tersebut, manakala instansi tempat karyawan bekerja (pihak diundang) pun menyediakan uang transport ini. Ada pun bukti pengeluaran yang dapat dibenarkan adalah daftar hadir (pengundang rapat) dan nota sederhana yang ditandatangani sendiri oleh peserta rapat yang kemudian diklaim-kan kepada instansi tempatnya bekerja, dan ini menjadi beban instansi yang diundang.
Sebuah pos (uang transport) dibebankan pada 2 instansi (double posting), yakni di instansi pengundang mau pun di instansi yang diundang. Belum lagi jika kita melihat kenyataan bahwa, para peserta rapat tersebut diantar-jemput ke dan dari tempat rapat dengan menggunakan kendaraan operasional. Dengan demikian ada pos tambahan lainnya, yakni biaya Bahan Bakar Minyak (ditambah ongkos parkir) kendaraan operasional yang digunakan.

             Manipulasi yang dilakukan terkait praktik uang transport ini sangat sederhana, dan telah dilakukan sejak lama. Peserta rapat menandatangani daftar hadir rangkap tiga. Salah satu dari daftar hadir tersebut adalah bukti penerimaan/pembayaran uang rapat/tranpor. Uang yang besarnya Rp. 110 ribu rupiah, dapat saja dibayarkan penuh, sebagian atau pun tidak dibayarkan sama sekali. Jika opsi dibayarkan sebagian atau tidak dibayarkan diambil oleh penyelenggara rapat, maka penyelenggara rapat telah mendapatkan ‘keuntungan’ dari penyelenggaraan rapat di tempatnya. Tidak perlu dikuatirkan mengenai bukti kesalahan, karena peserta telah menandatangani daftar hadir dan bukti penerimaan uang transpor.

No comments:

Post a Comment