Perjalanan dinas merupakan kegiatan yang diperlukan
dalam melakukan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Biasanya perjalanan
dinas dilakukan untuk menghadiri rapat dengan lembaga terkait di daerah atau
untuk mendapatkan informasi tertentu terkait daerah yang dikunjungi. Perjalanan
dinas juga sering digunakan untuk melaksanakan rapat kerja atau pun rapat
koordinasi internal kementerian/lembaga. Penggunaan tempat di luar domisili
kerja, dimaksudkan agar peserta dapat lebih berkonsentrasi dalam berdiskusi,
dan tidak diganggu oleh rutinitas keseharian.
Kegiatan perjalanan dinas, sudah lama menjadi sumber
penghasilan tambahan bagi para penyelenggara Negara (pegawai negeri). Sangat
mudah untuk mengakali pos pengeluaran perjalanan dinas, dan berpotensi
menggerogoti keuangan Negara dan memperkaya diri sendiri. Suatu langkah bijak,
Menteri Keuangan memangkas pos pengeluaran perjalanan dinas pada APBN 2013. Apa
saja yang biasanya dilakukan untuk menggerogoti uang rakyat dengan menggunakan
pos perjalan dinas? Berikut kami sampaikan beberapa aktivitas yang kami
ketahui:
Penggelembungan harga tiket
Peraturan menteri keuangan memberikan batasan atas
bagi harga tiket penerbangan, dan tentu saja hal ini akan sangat mudah
dilakukan. Unit kerja biasanya mempunyai biro perjalanan langganan yang dapat
memberikan harga khusus langganan. Lucunya, harga yang ditetapkan adalah harga
tertinggi. Unit kerja melalui Kantor Kas Negara akan membayar secara langsung
kepada biro perjalanan bersangkutan. Yang luput dari pemeriksaan inspektorat
adalah adanya aliran dana balik ke rekening perseorangan dari biro perjalanan
bersangkutan.
Penggelembungan peserta perjalanan dinas
Hal lain yang dapat dilakukan untuk memperkaya diri
melalui pos perjalanan dinas adalah dengan menambah atau menggelembungkan
peserta perjalanan dinas. Biasanya, pelaku perjalanan dinas menerima titipan
beberapa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang belum diisi pesertanya,
untuk dimintakan tanda tangan dan stempel lembaga pejabat berwenang di daerah
tujuan perjalanan. Sekembalinya ke daerah asal, SPPD tersebut diisi dan
disertai dengan bukti-bukti pendukung untuk bisa ditarik dananya dari Kas
Negara. Tentu timbul pertanyaan, apakah mungkin menyediakan bukti-bukti
pendukung pengeluaran seperti yang disyaratkan, seperti nota pembelian tiket,
tiket, pas naik pesawat (boarding pass), dan nota pembayaran penginapan?
- Nota pembelian tiket fiktif , tentu saja sangat mungkin untuk mendapatkan nota pembelian tiket asli tapi palsu (aspal/fiktif). Apalagi seperti yang telah diungkapkan di atas, biro perjalanan yang digunakan adalah biro perjalanan langganan dari unit kerja bersangkutan.
- Tiket fiktif, sama halnya dengan nota pembelian yang fiktif, tiket fiktif pun dapat dikeluarkan oleh biro perjalanan langganan.
- Boarding pass fiktif, untuk bukti yang satu ini, saat ini sudah agak sulit diperoleh. Hingga tahun 2010 ada beberapa biro perjalanan nakal, yang mampu menerbitkan boarding pass aspal/fiktif dengan nama sesuai pesanan. Apakah saat ini hal ini masih bisa didapatkan, nyatanya praktek penitipan SPPD masih saja dilakukan.
- Nota pembayaran penginapan fiktif, untuk bukti ini, agak lebih mudah mendapatkannya, yakni dengan meminta penyedia jasa (hotel/penginapan) untuk menyatukan beberapa kamar dalam sebuah nota. Siasat lain adalah dengan meminta hotel/penginapan menerbitkan nota fiktif dengan nama tertentu sesuai pesanan. Hotel/penginapan biasanya sangat ‘kooperatif’ dengan bersedia menerbitkan nota fiktif. Tentu saja ada biaya tambahan untuk mendapatkan hal ini, yang biasanya berkisar 6% dari biaya yang dituliskan atau pun bersifat lump sum, yakni sebesar Rp 100 ribu rupiah per nota. Biaya ini relatif kecil dibandingkan dengan potensi dana yang akan didapatkan, sehingga unit kerja akan bersedia membayar.
No comments:
Post a Comment